Move On – Move In

move-on-copy

-MOVE IN-

Sooji menatap puas pada perabotan yang sudah terletak pada tempatnya. Myungsoo benar ketika mengatakan bahwa rumahnya belum terisi apapun. Saat datang kerumah ini sebulan yang lalu, kondisinya benar-benar bersih, yang dalam artian sebenarnya. Hanya terdapat ruangan-ruangan kosong tanpa satupun perabotan.

Myungsoo memintanya untuk mengisi rumah ini dan ia dengan senang hati melakukannya. Setelah satu bulan mengurus kepindahannya, akhirnya hari ini rumah ini telah benar-benar siap untuk ditinggali.

“Aku tidak percaya kamu yang melakukan ini semua,” Myungsoo muncul disampingnya, ikut mengamati penampakan rumahnya yang sudah terlihat ramai dibandingkan pertama kali melihatnya. Sooji meliriknya lalu tersenyum tipis.

“Arzen dimana?”

Myungsoo mengeluh sekilas namun kemudian ia tersenyum lebar, “dia terus merengek untuk bertemu Johyun. Jadi sebelum kesini aku mengantarnya kerumah Ibu,” jelasnya. Sooji hanya menggeleng. Sejak melihat Johyun untuk pertama kali, Arzen sudah jatuh hati pada bayi mungil itu.

Hampir setiap hari Arzen minta dibawa ke rumah Jiah untuk bertemu Johyun, katanya Johyun akan menjadi sahabatnya saat dewasa nanti dan Sooji hanya mampu tertawa saat itu.

“Dia sangat bahagia karena memiliki teman baru,” gumam Sooji memaklumi, “aku tidak bisa bayangkan bagaimana tingkahnya jika adiknya lahir nanti.”

Myungsoo mengangguk membenarkan, ia merangkul Sooji lalu mengusap perutnya lembut, “jadi bagaimana kabarnya hari ini?” Tanyanya, Sooji bersandar dipundaknya kemudian memberitahu apa yang dialaminya baru saja.

“Aku mual-mual lagi. Biasanya itu akan terjadi saat awal atau akhir kehamilan,” Sooji mendesah pelan, “aku tidak pernah mendengar mual-mual terjadi saat pertengahan kehamilan.”

Myungsoo menggiring Sooji untuk mendekati sofa lalu duduk bersama disana, “apa itu parah? Kita perlu ke dokter untuk memeriksanya–“

“Tidak perlu Myungsoo. Aku hanya sedikit kewalahan karena asupan makananku mulai terganggu.”

Myungsoo menatap Sooji cemas, ia terus mengelus perut Sooji. Kehamilannya sudah memasuki bulan keenam. Sejak awal kehamilan Sooji tidak pernah mengeluh atau mengidamkan apa-apa tapi ia sadar sejak berada diujung trisemester kedua, bayinya menjadi lumayan rewel. Kadang Myungsoo harus terbangun ditengah malam karena suara mual Sooji terdengar hingga kekamar, setelahnya ia tidak akan tidur kembali karena harus mengelus perut Sooji hingga bayi mereka menjadi tenang lagi dan Sooji bisa tidur dengan nyenyak.

Saat makanpun, bayi mereka tetap berulah. Setiap Sooji memasukan makanan kedalam mulutnya, hanya dalam kurun beberapa detik saja makanan itu kembali keluar. Myungsoo merasa khawatir dengan keadaan Sooji yang sulit makan itu, jika bisa menggantikan posisinya–ia akan rela melakukannya. Asal Sooji dan baiknya mendapatkan nutrisi yang tepat hingga waktu kelahirannya tiba.

“Kamu tidak makan lagi?” Sooji tersenyum miris lalu menggeleng, “kamu harus makan Sooji.”

“Aku mencoba memakan buah apel tadi. Aku berhasil makan setengah, tapi satu jam kemudian semuanya keluar kembali.”

Myungsoo menggelengkan kepalanya, “kita harus kedokter. Bagaimanapun caranya harus ada nutrisi yang masuk kedalam tubuhmu.” Ucapnya tak terbantahkan, Sooji hanya mengangguk pasrah. Saat hamil Arzen ia memang merasa kewalahan, karena putra pertamanya selalu meminta sesuatu setiap waktu tapi beruntungnya Arzen tidak menyulitkannya untuk mengkomsumsi makanan. Bahkan bisa dikatakan saat kehamilan pertamanya, Sooji bisa memasukan jenis makanan apapun kedalam tubuhnya. Tapi sekarang keadaannya berbeda, bayinya tidak pernah menginginkan apapun–malah terkesan menolak semua makanan yang ia makan.

“Sekarang kamu istirahat ya.”

***

“Yumah bayu!”

Arzen berlari memasuki pekarangan rumah, Myungsoo dibelakangnya hanya tersenyum sambil menggandeng Sooji untuk menyusul putra mereka, “Zen hati-hati nak, nanti jatuh,” tegur Sooji yang tentu saja diabaikan oleh bocah itu membuat kedua orangtuanya hanya menggelengkan kepala.

Dad, dad! Kamal Zen mana?” Arzen menarik tangan Myungsoo tidak sabar ketika mereka telah tiba didalam rumah, hari ini mereka resmi pindah rumah setelah satu minggu kemarin mereka mulai memindahkan barang-barang yang penting dari rumah Sooji kerumah ini.

“Sabar boy,” Myungsoo tertawa, membiarkan Sooji menunggunya di sofa ruang keluarga sementara ia membawa Arzen kelantai dua, dimana kamarnya berada.

“Nah, ini kamar barunya. Arzen suka?” Myungsoo membuka pintu berwarna putih, membiarkan Arzen menyelinap masuk ke dalam untuk menemukan ruangan yang begitu sesuai dengan keinginannya. Tempat tidur berwarna kuning dengan seprei bercetak minion kesukaannya, hampir sama dengan ranjangnya dirumah Sooji tapi yang disini berukuran lebih besar, dan lagi dinding kamar ini dipenuhi dengan gambar minion yang terlihat lucu-lucu, tidak lupa dengan boneka minion yang bertumpul disalah satu sudut kamar beserta mainan milik Arzen lainnya.

“Syuka!” Arzen berseru senang, dengan cepat memanjat tempat tidurnya dan melemparkan tubuhnya kesana, ia tertawa girang membuat Myungsoo tersenyum puas.

“Nah sekarang ayo turun ke bawah. Kasian Mom ditinggal sendiri,” Myungsoo menyahut yang langsung membuat Arzen bangkit dari ranjangnya, ia menarik salah satu boneka berukuran kecil lalu ikut keluar bersama Myungsoo.

“Bagaimana?” Sooji bertanya saat Myungsoo dan Arzen kembali menemuinya, putranya langsung mendekat dan memamerkan boneka minion yang dibawanya kamar.

Mom liyat, ada moneka,” ucapnya dengan semangat, Sooji tersenyum mengelus rambut halus Arzen, “monekanya manyak!”

“Iya, kan Daddy yang beliin Arzen,” bocah itu mengerjap saat mendengarnya, ia lalu menoleh pada Myungsoo dengan binar mata yang menyala.

Dad beliin Zen moneka?” Tanyanya semangat, ketika Myungsoo mengangguk, Arzen memekik lalu menerjang untuk memeluk tubuh Myungsoo, “thank you dad. Zen syuka moneka.”

“Nanti dad belikan boneka yang lebih banyak untuk Arzen, biar bisa main sama adiknya ya.”

“Hu’um main ama dedet,” seru Arzen menunjuk perut Sooji, keduanya tertawa melihat tingkah bocah itu.

*

“Lihat, Arzen selalu menempel ke Johyun,” Sooji tersenyum mendengar bisikan Jiwon disampingnya, hari ini mereka mengadakan acara kecil-kecilan untuk kepindahan mereka. Hanya keluarga terdekat yang mereka panggil, katanya supaya lebih terasa suasana kekeluargaannya.

Saat ini Sooji sedang menyiapkan makanan untuk mereka semua dan Jiwon membantu, sembari mengawasi putranya yang kini berada didalam gendongan neneknya, sementara Arzen sejak tadi sudah mengajak putranya berceloteh dengan riang.

“Dia senang karena tau Johyun adalah laki-laki. Katanya dia ingin mengajak Johyun bermain bola nanti,” kekeh Sooji yang membuat Jiwon iku tertawa bersamanya.

“Bagaimana dengan adiknya? Laki-laki atau perempuan?” Tanya Jiwon tiba-tiba melirik perut Sooji.

“Myungsoo ingin jenis kelaminnya dirahasiakan sampai hari kelahirannya. Lagipula menurutku keduanya sama saja–“

“Yang penting sehat dan selamat,” Sooji dan Jiwon serempak menoleh saat mendengar interupsi dari Myungsoo, pria itu tersenyum lalu mendekati Sooji.

“Apa kabar kesayanganku hari ini?” Myungsoo mengelus perut Sooji, kebiasaannya sejak dua bulan lalu jika ingin berinteraksi dengan anaknya, “apa kamu rewel lagi?”

Sooji tersenyum lalu menggeleng, “tidak papa. Aku jadi anak manis hari ini,” jawab Sooji dengan suara yang diubah menyerupai anak kecil.

“Nah, anak ayah sudah pintar ya? Ibunya jangan dibikin susah ya nak.”

Jiwon tersenyum melihat interaksi Sooji dan Myungsoo, ia bisa melihat kasih sayang yang dimiliki oleh keduanya begitu kuat pada anak mereka. Ia tidak tau masalah perasaan keduanya karena memang tidak pernah menanyakan ataupun mencari tau, tetapi satu hal yang diyakininya bahwa Sooji dan Myungsoo akan menjadi orangtua yang hebat kelak.

Perlahan ia memilih mundur dan keluar dari dapur, membiarkan pasangan itu saling mengumbar kasih sayang satu sama lain. Ia masih tersenyum sampai bertemu dengan Jingoo.

“Sayang, kamu kelihatan sangat bahagia. Apa terjadi sesuatu?” Jingoo mendekat dan merangkulnya, senyum Jiwon semakin lebar saat memeluk suaminya itu.

“Aku mencintaimu.”

Jingoo menaikkan alisnya tidak mengerti, “kamu aneh,” Jiwon tertawa lalu membawa Jingoo pergi dari sana, mendekati Jiah dan putra mereka beserta Arzen.

Jingoo hanya menatap heran istrinya yang kini sudah ikut bermain bersama Johyun dan Arzen. Ia melirik Ibunya yang sama herannya dengan keriangan Jiwon yang tidak biasa itu, Jiah mengedikkan bahu saat ia melempar tatapan penuh tanya.

“Zen mau adiknya nanti cewek atau cowok?” Tanya Jiwon pada Arzen.

“Hmm peyempuan Jiji,” jawab Arzen.

“Kenapa? Tidak mau cowok ya kayak Johyun?”

Arzen menggeleng tegas, “kan udah ada Joyun, ntar dedetnya Zen peyempuan biyal Zen bisa jagain. Ndak mau yaki-yaki,” jelas Zen dengan suara lucunya, Jiwon tersenyum lebar lalu menyempil pipi Arzen.

“Nanti kalau dedeknya cowok, Arzen harus tetap sayang ya. Kan dia adik Arzen juga.” Arzen mengerutkan keningnya namun kemudian ia mengangguk semangat.

“Ya, ntar Zen nyanyangin.”

“Sayangin Arzen,” Jingoo menegur, Arzen menatapnya protes.

“Nyanyangin!” Ulangnya lagi mengundang tawa semua orang, bahkan Johyun yang belum mengerti apapun ikut tertawa karena mendengar dengungan tawa disekitarnya.

***

“Lagi apa?”

Myungsoo menoleh saat Sooji mendekatinya, ia menarik Sooji untuk duduk disampingnya, “coba lihat ini, menurut kamu mana yang bagus?” Myungsoo menunjukkan layar tablet pcnya pada Sooji, wanita itu mengangkat alis saat sebuah halaman jual beli online yang khusus untuk perlengkapan bayi terpampang disana.

“Jadi sejak tadi kamu duduk diam disini untuk lihat ini?”

Sooji bertanya tidak percaya, ia pikir Myungsoo sibuk dengan pekerjaannya dirumah sakit, ternyata ia sibuk menjejalah disitus online.

“Ya kan babynya sebentar lagi lahir. Aku harus siapkan semuanya,” jelas Myungsoo.

“Kamar babynya sudah lengkap, baju-bajunya sudah banyak. Kamu mau beli apa lagi?”

Myungsoo mencibir, “ya bajunya itu masih kurang. Bagaimana kalau kotor? Nanti babynya pakai apa?”

“Myungsoo, bajunya bisa dicuci kok. Jangan berlebihan begitu,” Sooji tersenyum geli, sejak mengemukakan keinginannya untuk membeli perlengkapan anak mereka Myungsoo sangat bersemangat, bahkan dia sengaja mengosongkan jadwalnya dirumah sakit untuk satu hari full demi menemani Sooji berbelanja.

“Ya tapi kan–“

“Sudah lah, mending uangnya disimpan. Lagipula kita belum tau jenis kelaminnya, kalau beli kebanyakan nanti malah tidak bisa dipakai.”

Myungsoo mendengus tidak terima, namun ia tetap keluar dari laman jual beli tersebut dan mematikan tabletnya. Sooji tersenyum melihat tingkah Myungsoo, ia mendekat lalu mencium pipi pria itu.

Papa jangan ngambek,” Myungsoo mendelik, ia tau Sooji berniat untuk menggodanya lagi saat ini agar dirinya tidak merajuk, “mau berkunjung tidak?” Sooji menyeringai sementara Myungsoo sudah menatapnya penuh minat.

“Is it okay?”

Saat melihat anggukan Sooji, Myungsoo tidak membuang waktu lagi untuk membawa wanita itu masuk kedalam kamar mereka untuk mengulang kegiatan menyenangkan yang aka berakhir dengan kepuasan dari kedua belah pihak.

***

Bosan ditanya kapan nikah mulu 😂😂😂 soalnya aku juga gk tau kapan mau nikah nih dua orang 😅

Bentar lagi tamat ya, target sih gak sampe 20 part, lagipula disini konfliknya udah hampir kelar deh. Tinggal tunggu jiwa mereka mantap 😋 dan akhirnya nikah 😆😆😆

See you next part ya~

[16/03/17]

regards2

9 responses to “Move On – Move In

  1. Pas lagi serius baca tetiba muter otak pas Arzen bilang “yumah bayu”. Butuh waktu beberapa saat pas ngeh kalo maksudnya adalah rumah baru 😂😂😂
    Wah.. ada gelagat aneh dari jingoo, kalo konflik hampir beres, ga ada kemungkinan jingoo bakal tau masa lalu nya jiwon sama Myungsoo kan yaa? Tapi masa jingoo nya gatau masa lalu istrinya sampe akhir? Kesian atuh yaa 😁😁

    파이팅 오기 !! 😉

    Liked by 1 person

    • Whaha yumah bayu~ emang awalnya mikir apaan?

      Lah jingoo emang tau kok…coba deh dibaca pas bagian jiwon yg crita masalalunya ke suzy…kan disitu jiwon blg ‘meskipun aku mengatakan mencintai org lain’ nah disitu maksudnya kan ya jiwon blg kalau dia cinta myungsoo….lgipula gk mngkin juga sih aku ngebahas detil banget ttg jiwon jingsoo..ini bukan lapak mereka wkwkwk 😂😂😂

      Like

Give Your Feedback Please