Move On – Three Months Away

move-on-copy

-THREE MONTHS AWAY-

Myungsoo menjatuhkan dirinya diatas kursi kosong dalam cafetaria rumah sakit, ia meregangkan otot-otot leher yang tegang akibat seminar yang dihadirinya tadi memaksanya untuk terus menatap proyektor, alhasil lehernya menjadi kaku.

“Dokter Kim,” sahutan itu berasal dari belakangnya, ketika menoleh ia langsung mendapati seorang dokter wanita yang bekerja dirumah sakit yang sama dengannya di Seoul.

“Oh dokter Jung, saya tidak tau jika anda juga hadir diseminar ini,” pria itu berdiri menyapa wanita itu, “silahkan duduk. Kupikir tadi tidak akan menemukan orang Korea disini,” lanjutnya kemudian terdengar kekehan pelan dari dokter cantik itu.

“Dokter di Korea banyak yang lebih senang menangani pasien di meja operasi dibandingkan harus terbang beribu-ribu mil hanya untuk duduk diam didalam ruangan gelap, dokter Kim.” Ujarnya dengan nada candaan, Myungsoo mengangguk setuju.

“Anda benar. Tapi anda tetap ada disini bukan?”

“Saya punya alasannya. Kebetulan saya ingin mengunjungi seseorang di Lyon.”

“Oh jadi seperti itu. Anda juga ternyata tidak benar-benar ingin menghadiri seminar ini,” Myungsoo tersenyum tipis.

“Bukankah anda juga seperti itu dokter Kim?”

“Begitulah, saya hanya perlu sedikit liburan. Akhir-akhir ini rumah sakit semakin padat.”

Dokter Jung mengangguk mengiyakan, karena dirinya sendiri mengalami kepenatan itu. Seperti yang dikatakan oleh Myumgsoo, bahwa semakin hari semakin banyak saja orang-orang yang ke rumah sakit, entah karena kecelakaan, sakit, atau hanya untuk sekedar mengecek kesehatan mereka. Itu membuat para dokter selalu bekerja ekstra.

Mereka berdua kemudian kembali berbincang mengenai seminar yang sementara berlangsung ini, keduanya saling bertukar pendapat dan gagasan masing-masing mengenai malasah yang diangkat pada seminar itu sehingga bunyi ponsel dokter Jung membuat percakapan mereka harus terputus.

“Saya harus menjawab telepon ini dulu,” Myungsoo mengangguk membiarkan dokter Jung beranjak dari kursinya, namun ia masih sempat mendengar sapaan wanita itu sebelum benar-benar menjauh darinya.

“Halo Sooji–”

Myungsoo menautkan alisnya, apakah mereka orang yang sama atau hanya kebetulan nanya saja yang mirip? Ia tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu sampai dokter Jung kembali.

“Maaf, tadi teman saya menelpon,” ucapnya sembari tersenyum kecil, “sampai dimana kita tadi?” Tanyanya lagi, Myungsoo menggaruk pelipisnya membut dokter Jung menatapnya bingung.

“Ehmm, tadi saya mendengar anda menyebut nama–”

“Sooji? Oh ya dia teman saya yang ingin saya kunjungi,” ucap dokter Jung seakan mengerti, Myungsoo mengganggukan kepalanya, “apa anda lupa? Waktu itu saya sedang ada operasi dan terpaksa meminta bantuan anda untuk menangani putra teman saya.”

Myungsoo berpikir, menyambungkan kejadian beberapa bulan lalu dengan teman yang dimaksud oleh dokter Jung dan ketika menemukan koneksinya ia langsung mengumam mengerti.

“Oh Arzen? Jadi Sooji teman anda?”

“Ya, kami cukup akrab. Kami berteman saat di akademisi kedokteran di Berlin.”

“Jadi Sooji benar-benar pernah belajar kedokteran?” Dokter Jung tertawa mendengar pertanyaan retoris Myungsoo.

“Bukan hanya belajar, tapi dia juga pernah menjadi dokter.”

Mata Myungsoo melebar tidak percaya ketika mendengarnya, Sooji menjadi dokter? Bagaimana bisa dan–bukankah wanita itu adalah seorang designer?

“Dia awalnya adalah seorang dokter. Tapi sejak kematian Ben, dia memilih resign dan fokus ke butiknya.”

Myungsoo terdiam, Ben? Ia seperti pernah mendengar nama itu.

Ah, pagi itu. Sooji mengigau nama Ben, ia sangat ingat. Jadi itu nama suaminya dan pria itu telah meninggal?

“Ben seorang pengacara handal di Berlin kala itu, mereka bertemu saat Sooji masih menjadi residence di rumah sakit dan menemani mentornya untuk menjadi ahli forensik pada kasus pembunuhan yang ditangani oleh Ben,” kenang dokter Jung, “mereka menikah setahun kemudian. Saya awalnya sedikit sangsi dengan pernikahan itu karena usia Sooji masih sangat muda, tapi kenyataannya mereka sangat bahagia. Hingga dua tahun kemudian Sooji akhirnya hamil.”

Myungsoo hanya diam mendengar cerita dokter Jung, yang mengatakan Sooji telah menjadi dokter tetap di rumah sakit umum Berlin beberapa bulan setelah pernikahannya, dan dia tetap bekerja meskipun dalam kondisi mengandung.

“Ben meninggal dunia tepat ketika Arzen dilahirkan,” dokter Jung bercerita dengan wajah menyesal, “saat itu Sooji merasa bersalah karena berpikir dia yang membuat Ben celaka. Akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dan memilih mengurus Arzen sambil menjalankan butiknya.”

“Apa yang terjadi pada Ben?”

“Saya tidak tau secara detail. Cerita itupun saya mendengarnya dari media, saat itu mereka sangat terkenal sehingga Sooji menjadi sasaran wartawan ketika kematian Ben.”

“Apa itu alasan dia sekarang tinggal di Venesia?” Dokter Jung mengangguk, wanita itu melirik jam tangannya sekilas.

“Kita harus kembali, sepertinya waktu istirahat akan selesai,” Myungsoo ikut melirik jamnya lalu bergumam setuju.

“Anda benar, silahkan,” keduanya kemudian beranjak untuk kembali ke ruang aula yamg dijadikan untuk seminar, “terima kasih dokter Jung,” ucapnya sebelum berpisah didepan pintu aula karena tempat duduk mereka terpisah.

“Senang berbincang dengan anda dokter Kim.”

Myungsoo hanya tersenyum kecil lalu beranjak ke tempat duduknya, selama beberapa jam kedapan ia telah fokus memperhatikan seminar yang di adakan oleh beberapa guru besar di rumah sakit ini.

***

Myungsoo duduk disofa kamar hotelnya dengan malas, jadwal penerbangannya masih ada beberapa jam lagi. Kali ini ia menyesal karena memesan tiket pulang sore hari, padahal seminarnya telah selesai kemarin. Seharusnya ia mengambil penerbangan pagi ini.

Ia merasa bosan karena tidak melakukan apapun, pakaiannya telah siap didalam koper kecil yang ia bawa sementara ia berencana untuk memakai pakaian yang saat ini dikenakannya untuk pulang. Myungsoo sedang tidak ingin jalan-jalan karena keadaan diluar sangat dingin. Meskipun hari sudah beranjak siang tapi musim dingin tidak memberi pengaruh apapun, cuaca tetap dingin dan ia tidak ingin hipotermianya kambuh.

Alhasil ia hanya duduk diam didalam kamar sambil menunggu waktu hingga penerbangannya tiba, ia menyalakan tv dan mengganti saluran channel. Kebanyakan saluran menggunakan bahasa prancis, meskipun ia paham tapi tetap saja mendengar bahasa itu membuatnya lumayan pusing. Hanya beberapa channel yang menggunakan bahasa inggris dan salah satunya adalah channel fashion.

Myungsoo berhenti dan mengamati acara fashion disana, lalu alisnya berkerut saat mendengar nama seseorang yang cukup dikenalinya.

“Sooji Bae, seorang designer yang baru mengepakkan sayapnya di dunia fashion lima tahun silam kini telah berhasil melambungkan nama brandnya dan melakukan fashion show di 10 kota berbeda di benua Eropa. Dan keberuntungan untuk Lyon menjadi kota ke 8 pagelaran fashion shownya dilakasanakan.”

Sooji berada di Lyon.

Oh tentu saja. Myungsoo memang tidak terlalu menyimak ketika mendengar dokter Jung mengatakan akan mengunjungi temannya di Lyon yang ternyata orang itu adalah Sooji.

Dulu dia sama sekali tidak tertarik dengan acara yang berbau feminim seperti ini, namun karena itu adalah acara Sooji jadi sepertinya tidak ada salahnya jika ia menonton.

Myungsoo masih terus menonton acara live itu sehingga dipenghujung acara dimana Sooji akan berada diatas panggung untuk memberikan beberapa speech kepada para undangan. Senyum terlukis dibibirnya saat menatap Sooji yang akhirnya muncul, sudah tiga bulan semenjak pertemuan terakhir mereka di apartemennya kala itu dan ia melihat sedikit perubahan pada wanita itu.

Myungsoo bisa melihat Sooji berjalan santai diatas catwalk, lalu berhenti untuk menerima buket bunga. Namun bukan itu yang menjadi fokusnya saat ini, matanya memicing melihat penampilan Sooji yang benar-benar berbeda.

Setaunya wanita itu sangat senang menggunakan high heels, tapi saat ini ia hanya menggunakan flat shoes dan pakaian wanita itu–

“Now let our beautiful pregnant designer to speak.”

Myungsoo melotot saat mendengar suara MC, apa tadi katanya? Pregnant designer?

Seketika ia menurunkan pandangannya untuk menatap tubuh Sooji, “sialan!” Umpatnya keras lalu melompat dari sofa.

***

Haluuu~ sorry update tengah malam ya 😁 tadi rencana update jam-jam 8 malam tapi ada kendala jadi aku terpaksa stop ngetik dan baru bisa lanjut lagi sekarang 😅

Btw semoga kalian enjoy ya dengan cerita ini dan aku harap kalian bisa nangkap apa maksud aku dalam cerita ini :mrgreen: ini ceritanya gampang ditebak jadi jangan khawatir bakal pusing oke? 😆😆😆😆

See you~

[03/03/17]

10 responses to “Move On – Three Months Away

  1. Waaah, sooji beneran hamil tuh???
    Kenapa dia tidak bilang pda myungsoo ya ?
    Makin penasaran dngan kelanjutan’ya..
    Kepengen nx lanjutan ini tuh langsung ada skarang….kkkk

    Liked by 1 person

  2. Sejauh baca sampe part ini, gaya bahasanya beda yaa Gi..
    Mirip kayak gaya bahasa nya Uptown girl. Beda sama ff mu yang sebelumnya..
    Masih belom terbiasa jd masih agak ngganjel bacanya, moga moga bs cepet nyaman bacanya 😄😄😄
    Story line nya kupikir bakal berat banget kalo baca awal part, tapi sampe part ini ternyata cukup klise, dan Ogi berhasil mengemas story line nya dengan apik. 👍👍👍

    Good job Ogi, 파이팅 !!! 😉

    Liked by 1 person

  3. What suzy hamil ? Penasaran ni kira” gimana reaksi suzy ketemu sm myung lg . Terus myung mau tanggung jawab gak ya .
    Ok aku lanjut baca ya:)

    Liked by 1 person

  4. ini lah di butuhkan edukasi sex, melakukan sex dengan aman.
    menghidari dr hal2 yang tidak di inginkan..
    bisa2 kyk myunsoo, dia ga sadar kalau sebentar lagi bakal jadi bapak.. ckckckkc

    Like

Give Your Feedback Please